Selasa, 21 September 2010

Contoh Karya Tulis Siswa SMP 3 Pati

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu warisan budaya masyarakat Jawa Tengah adalah seni batik kain. Secara fungsional seni batik yang dikenal dewasa ini, tidak dapat dipisahkan dengan “nilai“ kain dalam kehidupan masyarakat. Kain disamping digunakan untuk melindungi badan dari pengaruh iklim, cuaca serta serangan dari binatang kecil, juga dapat menunjukkan tingkat peradaban dan budaya dari masyarakat pendukungnya. Hal ini tercermin dalam berbagai kain batik dengan motif-motifnya. Motif-motif tersebut terkandung ide-ide, gagasan, norma-norma, nilai etika dan estetika yang secara umum menggambarkan keadaan budaya masyarakat pendukungnya.
Setiap daerah yang mengerjakan pembatikan satu dan yang lain mempunyai keunikan atau kekhasan masing-masing. Keunikan tersebut dapat dapat dilihat dalam ragam hias maupun tata warnanya. Keunikan tersebut dipengaruhi berbagai hal seperti sistem kepercayaan, tata kehidupan maupun alam sekitarnya.
Kain batik sebagai warisan budaya tersebar di berbagai daerah di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Di Jawa Tengah terdapat beberapa sentral penghasil batik, diantaranya dapat dijumpai di kawasan pesisir utara Pulau Jawa, seperti : Pekalongan, Batang, Lasem, dan Bakaran. Di samping wilayah pesisir pantai utara, wilayah pedalaman atau wilayah bagian selatan Pulau Jawa juga dijumpai sentral penghasil batik seperti : Solo, Yogyakarta, Klaten, dan Banyumas.
Batik di daerah tersebut sampai sekarang masih banyak diproduksi. Namun demikian keberadaan seni batik tersebut di beberapa tempat mengalami kemunduran dan bahkan menuju kepunahan. Batik gaya Banyumasan misalnya yang pada tahun sekitar 1970-an terdapat 80 pengusaha dan ratusan perajin batik. Pada saat ini yang masih bertahan tidak lebih dari 10 orang pengusaha. Ketidakmampuan bertahan tersebut diantaranya dipengaruhi oleh upah kerja yang rendah, yaitu berkisar 6000 rupiah sampai 8500 rupiah per hari. Di sisi lain serbuan batik dari daerah lain dengan motif batik yang lebih variatif menambah keterpurukan batik Banyumas. Akibatnya batik Banyumasan hanya bertahan di sekitar Banyumas saja.
Seni membatik di Jawa Tengah terutama batik tulis semakin terdesak lagi apabila dikaitkan dengan kemajuan industri tekstil. Hal ini dikarenakan bentuk dan motif batik tulis banyak diproduksi oleh mesin dan cap. Hasil industri ini dikenal dengan Batik printing atau batik cap.
Seperti umumnya warisan budaya lainnya di Indonesia, di tengah-tengah arus globalisasi dan kemajuan zaman, perajin seni batik menghadapi permasalahan. Permasalahan yang timbul karena upah buruh, persaingan industri batik dengan rekayasa teknologi, ekonomi serta kurangnya apresiasi masyarakat terhadap nilai keadiluhungan seni batik. Di sisi lain juga karena kurangnya informasi dan promosi makna dan keindahan seni batik hasil budaya bangsa.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah batik bakaran itu?
2. Apakah batik bakaran warisan budaya Jawa di tanah Pati?
3. Mengapa batik Bakaran Wetan bisa terkenal luas?

C. Tujuan Penulisan Karya Tulis
1. Mengetahui sejarah batik di Indonesia.
2. Mengenali budaya bangsa sendiri khususnya di daerah Pati dan sekitarnya.
3. Mengenalkan budaya warisan bangsa didaerah Pati kepada masyarakat sekolah.
4. Mengenali budaya bangsa sendiri
5. Melestarikan budaya asal Pati.
6. Bisa menerima budaya asli Indonesia.

D. Manfaat Penulisan Karya Tulis
1. Agar dapat mengenal budaya daerah Pati lebih jauh.
2. Agar dapat melestarikan budaya Indonesia.
3. Melatih siswa agar dapat berfikir kreatif dalam membuat karya tulis.

E. Sistematika Penulisan
Karya tulis ini disusun menurut sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I :Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang, Rumusan Masalah,Tujuan Penulisan Karya Tulis, dan Manfaat Penulisan Karya Tulis, Sistematika Penulisan
BAB II:Landasan Teori yang meliputi Pengertian batik, Pengertian budaya serta Pengertian warisan.
BAB III :Metode Penelitian
BAB IV:Pembahasan
BAB V :Penutup meliputi, Kesimpulan dan Saran

BAB II
LANDASAN TEORITIS

1. Pengertian Batik
Batik n 1 corak atau gambar (pada kain) yang pembuatannya secara khusus dengan menerakan malam kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu; 2 kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menerakan malam pada kain itu kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu; kain batik
Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009. (Sugono, 2010:13)
2. Pengertian budaya
Budaya n 1 pikiran; akal budi: hasil --; 2 kebudayaan: menyelidiki bahasa dan --; 3 yang mengenai kebudayaan; yang sudah berkembang (beradab, maju): jiwa yang-; -- pop budaya yang diproduksi secara komersial, massal dan menjadi ikon budaya massa; berbudaya v mempunyai budaya; mempunyai pikiran dan akal budi yang sudah maju: bangsa yang --; membudaya v menjadi kebudayaan atau menjadi kebiasaan yang dianggap wajar; mendarah daging: hal itu sudah – bagi bangsa Indonesia; membudayakan v 1 mengajar supaya mempunyai budaya; mendidik supaya beradab (berbudaya): sejarah adalah pelajaran yang dapat ~ manusia; 2 membiasakan suatu perbuatan yang baik sehingga dianggap sbg berbudaya: para pemimpin
Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (Poespowardojo, 1993: 45). The American Herritage Dictionary
Menurut mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seniagama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia.
Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.

3. Pengertian warisan
Warisan n sesuatu yang diwariskan, seperti nama baik, harta, hartapusaka.
Warisan adalah harta peninggalan yang ditinggalkan pewaris kepada ahli waris. Warisan berasal dari bahasa Arab Al-miirats, dalam bahasa arab adalah bentuk masdar (infinititif) dari kata waritsa- yaritsu- irtsan- miiraatsan. Maknanya menurut bahasa ialah ‘berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain’. Atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan (mewarisi) orang yang meninggal, baik karena hubungan keluarga, pernikahan, maupun karena memerdekakan hamba sahaya (wala’).
Harta Warisan yang dalam istilah fara’id dinamakan tirkah (peninggalan) adalah sesuau yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik berupa uang atau materi lainyayang dibenarkan oleh syariat Islam untuk diwariskan kepada ahli warisnya.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penulisan karya tulis ini, tim penulis menggunakan dua metode penulisan, yakni metode deskriptif. Metode deskriptif (menggambarkan) merupakan metode yang gaya penulisannya dengan cara menerangkan suatu masalah atau gejala dengan memberikan deskripsi secara kasat mata atau deskripsi fisik tanpa mencari hubungan sebab-akibat antara hal-hal yang digambarkan. Gaya penulisan deskriptif menggunakan pola pertanyaan 5 W dan I H, yaitu who (siapa), what (apa), when (kapan), where (di mana), why (mengapa) dan how (bagaimana).
Penelitian yang tim penulis lakukan sesuai dengan prosedur berikut :
1. Menemukan masalah
Tim penulis dituntut untuk menemukan masalah yang berhubungan dengan kebudayaan yang terdapat di Indonesia. Kali ini yang masalah yang menjadi bahasan adalah corak budaya dalam Batik Bakaran Pati.
2. Menjelaskan masalah
Tim penulis menjelaskan masalah sesuai dengan kenyataan yang berkembang dalam masyarakat. Perkembangan Batik Bakaran serta batik Bakaran merupakan warisan budaya Jawa yang masih berkembang serta digemari oleh masyarakat di daerah Pati.
3. Cara perolehan data
Cara yang digunakan tim penulis dalam memperoleh data adalah dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Observasi tim penulis lakukan dengan objek pembuatan serta sejarah batik di rumah jtokro batik yang terletak di Bakaran Wetan. Wawancara juga tim penulis lakukan dengan Bapak Bukhari sebagai pemilik Griya Batik Tjokro di Bakaran Wetan. Sedangkan dalam kegiatan dokumentasi, tim penulis terjun langsung ke lapangan dan mengabadikan di daerah sekitar serta di dalam griya batik tjokro.

4. Kajian Data
Kajian data tim penulis lakukan berdasarkan data primer (data yang berasal dari narasumber).
5. Instrument yang Digunakan
Tim penulis menggunakan pedoman wawancara sebagai salah satu instrument yang digunakan dalam kegiatan penelitian.
6. Objek yang diobservasi
Objek yang diobservasi oleh tim penulis adalah Griya Batik Bakaran.
7. Analisis data
Cara yang digunakan oleh tim penulis untuk menulis analisis data adalah dengan cara analisis deskriptif.








BAB IV
PEMBAHASAN

A. Sejarah batik
1. Sejarah Batik Indonesia
Berdasarkan kajian pustaka yang dilakukan oleh tim penulis, analisis tentang Batik Bakaran dapat dilihat dari berbagai segi, yakni segi historis dan arkeologis.
1. Segi historis
Batik secara historis berawal dari zaman nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini.
2. Segi arkeologis
Dilihat dari segi arkeologis, seni pewarnaan kain dengan teknik pencegahan pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.
Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.
Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa. Oleh beberapa penafsir, serasah itu ditafsirkan sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.
Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa batik bersama mereka.
2. Sejarah Batik Bakaran
Batik Bakaran,yang sekarang terpusat pada kedua desa yaitu Bakaran Wetan dan Bakaran Kulon yang masuk kedalam wilayah kecamatan Juwana sudah ada sekitar abad ke 14 dan berhubungan dengan seorang penjaga benda–benda seni kerajaan Majapahit yang bernama Nyi Siti Sabirah (Nyi Danowati) yang ketika itu datang di Desa Bakaran Wetan karena misi pelarian untuk mencari tempat persembunyian, saat beliau dikejar – kejar oleh tentara Islam karena keruntuhan kerajaan majapahit yang terdesak oleh kekuasaan kerajaan Islam Pertama di Pulau jawa yaitu Demak.
Dan pada akhirnya beliau bersembunyi di Desa Bakaran Wetan dan dalam penyamarannya beliau membuat langgar tanpa mighraf yang sampai sekarang disebut Sigit yang bertujuan supaya beliau dikira sudah memeluk agama Islam.Semasa persembunyiannya di Desa Bakaran Wetan, kegiatan beliau sehari–hari adalah membatik sekaligus mengajarkan keahliannya membatik,dengan keahliannya tersebut beliau mengajarkan cara membatik kepada anak cucunya sehingga keahliannya tersebut menurun ke anak cucunya sampai sekarang ini.



B. Tjokro Batik Tulis Bakaran
1. Tjokro Batik Tulis Bakaran
Tjokro Batik Tulis berdiri pada tahun 1977, Nama "Tjokro" Berasal dari Nama kakek kami yaitu "Tjokro Satmoko", diawali warisan budaya batik tradisional desa Bakaran dan berawal dari usaha kecil yang dirilis oleh Bpk Bukhari Wiryo Satmoko untuk melestarikan budaya dan seni batik tulis di desa Bakaran, kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kami dari awalnya memang sudah memiliki warisan dari nenek moyang kami sebuah batik yang memiliki ciri dan motif khas yang tidak dimiliki batik-batik lain di Indonesia. Ciri yang mendominasi adalah warna hitam,biru tua ,putih dan coklat tua atau istilah jawanya "gosong" pada warna sogan pada batik klasik dan warna cerah pada batik modern, sedangkan motif dan coraknya merupakan corak asli daerah yang banyak dipengaruhi budaya kerajaan majapahit. Batik Tulis Tjokro juga menonjolkan aspek-aspek budaya pesisir utara jawa.
Batik Tulis Tjokro mampu menjaga eksistensi dalam industri Batik dengan tetap menjaga kualitas produk. Dengan penggunaan bahan-bahan dasar berkualitas tinggi serta bahan pewarnaan sintesis modern, sehingga produk batik yang kami hasilkan mampu awet, warna tidak cepat pudar dan tidak mudah sobek tanpa mengurangi hasil batik yang elegan dan bernilai seni tinggi.
Tjokro Batik Tulis Bakaran merupakan salah satu budaya batik asli warisan bangsa Indonesia.
2. Pendiri Tjokro Batik Tulis Bakaran
Bukhari Wiryo Satmoko, pendiri batik tulis 'Tjokro' berasal dan tinggal di jalan Mangkudipuro, No 196, RT 02/RW II, Desa Bakaran Wetan, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. Pria yang belum lama menerima anugerah penghargaan berupa anugerah Upakarti kategori Jasa Pelestarian dari Presiden RI pada tanggal 7 Januari 2009. Dia memang selayaknya memperoleh penghargaan atas kerja kerasnya selama ini. Sebuah anugerah di bidang pelestarian seni dan budaya tahun 2008 ini diberikan atas jasa-jasa putra asli daerah. Bukhari memang layak mendapat penghargaan karena dirinya mampu mengangkat batik tulis bakaran, yang menjadi ciri khas kerajinan batik asal Kabupaten Pati. Keuletan, serta kreatifitasnya yang tinggi, membuatnya dirinya mendapat pengakuan publik sejak merintis batik ini tahun 1977.
Terlahir sebagai putra ragil dari 12 bersaudara, pasangan (alm) Sutarsih dan (alm) Panggih Rono Dwiryo ini, Bukhari berhasil mewarisi kepiawaian ibundanya menjadi perajin batik. Sebuah ketrampilan yang makin jarang dimiliki warga Pati sendiri kala itu. Sejak mulai dekat dengan batik pada tahun 1977, boleh dibilang dirinya sempat mengalami masa kejayaan. Kendati batik tulis khas Bakaran ini belum banyak modifikasi pewarnaan dan sebagainya. Pengetahuan tentang batik diperoleh hanya berdasar pengalaman turun temurun. Baru sekitar tahun 1983, Pemkab Pati dalam hal ini Dinas Perdagangan dan Peindustrian Kabupaten Pati membekali para perajin dengan berbagai ilmu perbatikan. Termasuk memberikan penyuluhan dan keterampilan melalui diklat-diklat.
Namun, dirinya juga tak habis mengerti, manakala pada 1983, istrinya yang menimba pengalaman dari pemkab ini, justru usahanya tidak mengalami perkembangan. Baru kemudian setelah tahun 1985 Bukhari sendiri yang mengikuti diklat. Dari sini pula dirinya merasa terpacu untuk mengikuti diklat dan bimbingan yang diberikan. Berbekal dari pengetahuan dan kerja kerasnya tersebut, reputasi batik Bakaran akhirnya secara perlahan mulai terangkat. Membaiknya usaha ini mulai terlihat pada tahun 1994. Bahkan saat itu dirinya sudah memiliki 20 orang karyawan.
Atas prestasinya mengembangkan bati Bakaran, Bukhari memperoleh penghargaan dari Gubernur Jawa Tengah ketika itu, berupa Biasana Bhakti Upapradana. Bukhari terpilih sebagai pelestari budaya untuk tingkat Provinsi Jawa Tengah. Tak hanya itu, pada tahun 1998 ia diusulkan untuk menerima penghargaan Upakarti dari Presiden Soeharto. Namun karena negara sedang mengalami masa transisi, yakni lahirnya era reformasi, penghargaan yang akan diberikan terkendala dan akhirnya dibatalkan. Penghargaan ini, akhirnya kembali menghampirinya pada tahun 2008 ini. Dimana Bukhari diajukan kembali untuk menerima Upakarti.
Pria berusia 57 tahun ini pun mengaku, sesungguhnya dia tak memiliki bekal pendidikan tinggi. Jenjang pendidikan yang dilalui memang hanya mentok di tingkat SMP. Impiannya melanjutkan sekolah ke STM di Semarang kandas, lantaran keterbatasan biaya. Hanya sempat menikmati 3 bulan bangku STM, selebihnya dia harus angkat kaki. Sedangkan kemampuannya mengembangkan batik. Tak lepas dari niat dan kemauannya yang keras.
C. Pengaruh Agama Hindu, Budha dan Islam Terhadap Perkembangan Batik Indonesia
1. Pengaruh Agama Hindu dan Budha
Berkembangnya seni Batik tidak terlepas dari pengaruh perkembangan agama Hindu terutama apabila dikaitkan dengan motif batik. Hal ini ditegaskan oleh Sutjipto Wirjosuparto, bahwa sebelum pedagang dari India mengenalkan Batik di Nusantara, masyarakat Indonesia sudah mengenal terlebih dahulu tentang Batik. namun demikian bukti artefak batik tersebut sampai sekarang belum ditemukan.
Ketika budaya India yang dibawa oleh para pedagang dan penyiar agama Hindu membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat nusantara, keberadaan batik makin berkembang. Pada masa kerajaan Sriwijaya abad ke 8 dan Zaman Mataram Hindu terlihat perkembangan batik yang ditandai dengan ditemukannya artefak prasasti maupun arca yang membicarakan pakaian batik (Wibawa: 1996: 1)
Salah satu prasasti yang membicarakan tentang batik diantaranya adalah Pasasti Gandakuti. Prasast Gandakuti dikeluarkan oleh Aji Paduka Mpungku sang Pinakacatranning Bhuwana berangka tahun 964C (1042M). Pada prasasti tersebut terdapat uraian tentang dodot atau kain pada lempengan ke dua yaitu yang berbunyi:
2.a“... adodota tunjun jo kuiit sadangan nawagraha paslih galuh...”
Artinya:
2.a“...memakai pakaian bercorak bunga tunjung hijau kunyit sadangan, bunga,pasilih galuh (Wibawa:1996:2)

Sementara itu, data artefak arca di Jawa tengah yag memperlihatkan pakaian batik diantaranya dijumpai arca Siwa di dekat candi dieng maupun candi Prambanan. Motif-motif lainnya seperti Kawung, lereng dan lain-lain juga tersebar diberbagai arca di Jawa Timur.
Sedangkan apabila dikaitkan dengan salah satu nama dari suau wilayah seperti Grinsing di Batang, maka kemungkinan motif gringsing dapat dilacak dari motif-motif yang ada arca Vasudra yaitu dilihat dari motif Padmasana atau tempat duduk Vasudara.
Keterkaitan antara agama Hindu dengan batik akan tampak lagi bila dilihat dari kosepsi warna pada kain batik.Warna batik klasik pada umumnya terdiri dari tiga warna yaitu coklat yang identik dengan merah; biru yang identik dengan warna hitam dan kuning atau coklat muda yang identik dengan warna putih. Ketiga warna tersebut merupakan konsepsi Dewa Hindu yaitu Trimurti. Kuswadji Kawindrosusanto menyebutkan bahwa Coklat atau merah lambang Dewa Brahma atau lambang keberanian, Biru atau hitam lambang Dewa Wisnu atau lambang ketenangan dan kuning atau putih lambang Dewa Syiwa (Yahya, 1985, 11)

2. Pengaruh Agama Islam
Agama Islam secara tidak langsung memberi pengaruh terhadap kehidupan suatu masyarakat dan kebudayaan di Indonesia. Pengaruh agama tersebut tampak juga terhadap seni batik. Melalui rasa jiwa seni yang tinggi pada diri para seniman, ajaran Islam yang memberlakukan ketentuan dengan ketat diolah sedemikian rupa sehingga dapat dinikmati masyarakat dengan senang hati.
Keahlian seniman tersebut tampak terlihat dari hasil karya dengan gaya ornamentis dan kaligrafis yang diambilkan dari huruf-huruf Arab maupun pengolahan bentuk makhluk hidup yang disamarkan dengan motif suluran. Bentuk gaya ornamentis seperti manusia, pohon beringin, rumah, dan gunungan disamarkan menjadi bentuk tumbuhan.
Gaya-gaya berfilosofi Hindu seperti kawung, motif pada candi diolah menjadi motif yang lebih natural. Gaya motif batik tersebut banyak tersebar di daerah Lasem, Pekalongan, Batang, dll.




























BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan uraian dalam karya tulis ini maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan yaitu :
1. ....
2. Batik Bakaran merupakan warisan budaya masyarakat Jawa Tengah yang terletak di Desa Bakaran, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
3. Walaupun Batik Bakaran Wetan hanya disebar luaskan dari mulut ke mulut, tetapi tetap saja terkenal luas karena pewarna kainya tidak mudah luntur, motifnya banyak disukai serta kain batiknya yang halus.

B. Saran
1. Penulis mempunyai saran bagi pelajar dan masyarakat umum untuk bisa mencintai produk dalam negeri seperti batik, agar batik tidak diklame oleh negara lain.
2. Selalu menggunakan batik di acara formal maupun non formal.
3. Kita harus melestarikan budaya bangsa kita.









DAFTAR PUSTAKA

1. Sugono, Dendy,dkk. 2008.Kamus Bahasa Indonesia.Jakarta:Pusat Bahasa.
2. Wahono,dkk.2004.Gaya Ragam Hias Batik (Tinjauan Makna dan
Simbol).Semarang.
3. Tanpa Nama. Pengertian Budaya. http://id.wikipedia.org/wiki/
(diunduh 14 September 2010 pukul 12.30)
4. Tanpa Nama. Pengertian Batik. http://id.wikipedia.org/wiki/
(diunduh 14 September 2010 pukul 12.30)
5. Tanpa Nama. Pengertian Budaya. http://id.wikipedia.org/wiki/
(diunduh 14 September 2010 pukul 12.30)
6. Tanpa Nama. Pengertian Warisan. http://id.wikipedia.org/wiki/
(diunduh 14 September 2010 pukul 12.30)
7. Satmoko, Bukhari Wiryo. Sejarah Batik Bakaran.
http://tjokrobatikbakaran.blogspot.com
(diunduh 15 September 2010 pukul 09.30)
8. Satmoko, Bukhari Wiryo. Tjokro Batik Bakaran.
http://tjokrobatikbakaran.blogspot.com
(diunduh 15 September 2010 pukul 09.30)
9. Satmoko, Bukhari Wiryo. Pendiri Tjokro Batik Bakaran.
http://tjokrobatikbakaran.blogspot.com
(diunduh 15 September 2010 pukul 09.30)
10. Tanpa Nama. Sejarah Batik Indonesia.
http://www.batikmarkets.com
(diunduh 15 September 2010 pukul 09.30)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar